Perkembangan teknologi memang tidak bisa dihindari. Mau tidak mau, suka tidak suka, harus dihadapi. Persoalannya, bagaimana memanfaatkan kemajuan teknologi secara
konstruktif?
SURIANI, Koordinator Olahraga Pendidikan dan Sentra Olahraga, Bidang Pembudayaan Olahraga, Dispora Kaltim, menyatakan, lingkup olahraga pendidikan memiliki persoalan dalam penyiapan sumber belajar dalam bentuk instruksi, modul, sintak, panduan audio visual, dan lain-lain yang lebih melengkapi fungsi guru, bukan menggantikannya di cloud.
Pola pembelajaran yang bersifat blended learning plus menjadi tuntutan agar interaksi pedagogis keolahragaan tidak terbatas pada tatap muka formal konvensional. Ekstrakurikuler olahraga kemudian menjadi materi andalan menarik bagi generasi z dan generasi alpha yang alokasi waktu dan tempatnya lebih leluasa. Tantangan utamanya
adalah instruksional keolahragaan berbasis e-learning dan i-learning.
Konsep bermain secara digital tidak untuk menggantikan permainan di dunia nyata. Logika seperti itu yang digunakan untuk menyikapi hadirnya e-sport dalam kurikulum. “Bisa diterima secara bersyarat, bisa pula ditolak karena alasan substansi yang tidak sesuai dengan tujuan pendidikan nasional,” ucapnya, mengutip laporan SDI 2023 Kemenpora.
Di lingkup olahraga prestasi, tantangannya lebih bersifat pada inovasi pengembangan instrumentasi detail performansi atlet sebelum, selama, dan setelah latihan. Ilmu-ilmu fisiologi dan biomekanika sudah lebih maju dibandingkan cabang ilmu lain dalam hal pengembangan software maupun hardware-nya.
Penyelenggaraan kompetisi dan event olahraga prestasi akan dihadapkan pada tantangan yang lebih bervariasi berhubungan dengan pernik sarana dan prasarana, serta jasa tuntutanera disrupsi teknologi generasi 4.0. “Juga terkait dengan sport information, bahkan untuk spionase keolahragaan,” ujarnya. (tim/adv)