Juni16 , 2025

    Terungkap? Dugaan Skandal Gaji dan BPJS di RSHD, DPRD Kaltim Bereaksi

    Related

    Share

    Undas.id, SAMARINDA – Gaji tertunggak, BPJS Ketenagakerjaan, dan pelanggaran upah menjadi sorotan tajam dalam rapat kerja antara Komisi IV DPRD Kalimantan Timur dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kaltim bersama karyawan aktif maupun mantan karyawan Rumah Sakit Haji Darjad (RSHD), Selasa 29 April 2025.

    Dalam raker tersebut, terungkap beragam dugaan pelanggaran serius oleh manajemen RSHD. Mulai dari pembayaran upah di bawah Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), keterlambatan pembayaran gaji, hingga potongan iuran BPJS Ketenagakerjaan dan Kesehatan yang tidak disetorkan sebagaimana mestinya.

    Pimpinan rapat sekaligus Sekretaris Komisi IV DPRD Kaltim, Muhammad Darlis Pattolongi, membuka sesi dengan meminta para pekerja untuk mengungkap kondisi sebenarnya di lapangan. Muflihana S, mantan karyawan RSHD yang pernah bertugas di bagian Front Office, membeberkan banyak kejanggalan dalam sistem penggajian dan pengelolaan hak karyawan oleh pihak rumah sakit.

    Pernyataan Muflihana diperkuat oleh testimoni sejumlah mantan karyawan lain yang hadir, termasuk yang masih aktif bekerja.

    Dugaan Pelanggaran Undang-Undang Cipta Kerja

    Mariani, selaku Pengawas Ketenagakerjaan dan Penyidik Disnakertrans Kaltim, menjelaskan bahwa manajemen RSHD diduga kuat telah melanggar ketentuan dalam Undang-Undang Cipta Kerja. Ia mencontohkan, dalam kasus keterlambatan pembayaran gaji, perusahaan seharusnya dikenakan denda 5 persen dari total upah yang jatuh tempo, ditambah 1 persen per hari untuk keterlambatan berikutnya, dengan batas maksimal 50 persen dalam satu bulan.

    “Tapi itu maksimal 50 persen dalam 1 bulan dari upah yang seharusnya dibayar. Contohnya, kalau upah Rp 3 juta. Jadi 50 persen dari Rp 3 juta itulah denda yang harusnya dibayarkan,”
    dikutip dari pernyataan Mariani dalam rapat kerja.

    Lebih lanjut, pelanggaran upah minimum menjadi sorotan. Berdasarkan Pasal 88E ayat 2 UU Cipta Kerja juncto Pasal 23 ayat 3 PP 36 Tahun 2021, perusahaan yang membayar upah di bawah UMP atau UMK terancam pidana penjara antara 1 hingga 4 tahun atau denda antara Rp100 juta sampai Rp400 juta.

    “Upah yang tidak dibayarkan dan upah yang tidak sesuai UMK, sanksi pidananya sama. Hanya pasalnya saja yang membedakan,” ujar Mariani.

    Yang lebih mengkhawatirkan, sejumlah karyawan RSHD mengaku tak memiliki kartu BPJS meskipun gaji mereka dipotong setiap bulan untuk iuran tersebut. Ketika diminta transparansi slip gaji, pihak manajemen dinilai menghindar.

    Kepala Disnakertrans Kaltim, Rozani Erawadi, menegaskan kemungkinan kuat adanya unsur pidana dalam kasus ini.

    “Kalau keterlambatan gaji bisa dikenai sanksi administratif berupa denda. Tapi kalau iuran BPJS yang dipotong tapi tidak dibayarkan, itu masuk dugaan pidana,”
    tegas Rozani.

    Disnakertrans berjanji akan berkoordinasi dengan pihak BPJS untuk mengecek status kepesertaan karyawan dan aliran dana iuran. Bila ditemukan bukti penggelapan, pemanggilan terhadap pihak manajemen RSHD akan segera dilakukan.

    Bukti Digital: Tunggakan Sejak 2024

    Melalui tangkapan layar aplikasi Jamsostek Mobile (JMO), pada 9 Maret 2025 lalu, diketahui status keanggotaan BPJS Ketenagakerjaan RSHD masih aktif. Namun, pembayaran terakhir terjadi pada Mei 2024, dan tercatat terakhir kali dilakukan pada 3 Desember 2024.

    Hal serupa ditemukan pada aplikasi Mobile JKN (BPJS Kesehatan), yang mencatat bahwa sejak 14 April hingga 29 Mei 2025, layanan Rawat Inap Tingkat Lanjut (RITL) bagi karyawan RSHD sudah dikenai denda.

    Eks Karyawan Apresiasi Tindakan DPRD dan Disnakertrans

    Muflihana S menyampaikan apresiasinya terhadap langkah cepat Komisi IV DPRD Kaltim dan Disnakertrans Kaltim dalam menindaklanjuti persoalan yang membelit RSHD.

    “Disnaker Provinsi lebih mengerti itu. Tapi kami akan tetap mengejar sambil kami cari terus sanksi-sanksi apa saja sebenarnya yang sesuai dengan masalah ini,”
    ujarnya.

    Ia berharap, jika memang benar ditemukan pelanggaran pidana, maka proses hukum harus ditegakkan secara maksimal.

    “Makanya sampai tim pengawas bilang harus ada pemanggilan secara paksa oleh pihak kepolisian,” tandas Muflihana. (*)

    Facebook Comments Box
    spot_img