September14 , 2025

    Fenomena Pod Vape di Kalangan Wanita, Tren Gaya Hidup Perempuan Milenial dan Gen Z?

    Related

    Optimistis Arsenio Algifari Raih Podium di Kejurnas Motocross Semarang

    UNDAS.ID, Semarang – Astra Honda Racing Team (AHRT) menatap...

    DPRD Kaltim Soroti Mandeknya Tukar Guling Aset

    UNDAS.ID, Samarinda - Anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim), Akhmed...

    Dari Touring hingga Promo Spesial, Inilah Cara Honda Rayakan Harpelnas 2025

    UNDAS.ID, Samarinda – Main Dealer Astra Motor Kalimantan Timur...

    Share

    UNDAS.ID, Samarinda – Ada asap belum tentu ada api. Seorang wanita kisaran umur 30 tahunan hampir sejurus duduk berhadapan pintu masuk, sesekali menghisap pod vape berwarna merah jambu berikutnya menghembuskan asap. Tak ramai saat memasuki satu ruangan di Coffee & Co. Soul, City Centrum Samarinda, dihari Sabtu (16/08) sekitaran enam meja berisi rata-rata antara dua sampai empat orang. Mengambil tempat di sudut kiri, seorang pelayan wanita mengunakan apron merah menghampiri selanjutnya menyodorkan sebuah nomor meja berbarcode supaya bisa mengakses dan memesan daftar hidangan coffee ini.

    Nampak pengguna pod vape pada generasi milenial dan generasi Z cukup populer tak terkecuali bagi kaum hawa saat ini terbilang tak tabu lagi menggunakannya dikhalayak ramai. Pod vape atau Portable on Demand, istilah yang merujuk pada perangkat vaping yang kecil, ringan, dan ringkas sehingga dirancang mudah dibawa kemana pun.

    Hal ini pula yang menjadi satu alasan Gina menggunakan pod vape sejak 2021 silam. Awal mula menggunakan rokok eletrik, wanita yang genap berusia 33 tahun tanggal 25 nanti karena coba-coba selain itu menurutnya lebih hemat ketimbang menghisap rokok biasa (tembakau) dan tidak terlalu berat dibandingkan dengan vape.

    “Tarikkannya (menghisap: red) berat aja,” ucap Gina.

    Selain itu dengan menggunakan pod dirinya mengklaim bisa mengurangi dan akhir memberhentikan ketergantungannya terhadap rokok.

    Perbedaan mencolok antara pod vape dan vape dari segi besaran fisiknya, vape atau vapor lebih besar ketimbang pod vape sehingga berpengaruh terhadap kapasitas baterai dan durasi pemakaian, tak cuma itu perawatan vape pun lebih kompleks.

    Karyawan swasta penyuka rasa mentol dan manis ini memandang penggunaan pod diantara kaum perempuan adalah sesuatu yang biasa-biasa saja namun tidak menampik saat akan menggunakan pod vape tidak disembarang tempat. Semisal ketika bertemu keluarga dari pihak suami, Gina menggunakannya secara sembunyi-sembunyi, berdalih ada perasaan tidak nyaman dan lebih menghargai pasangannya. Walapun penggunaan pod vape ini sudah sepengetahuan Ayah dari anak-anaknya.

    Dirinya pun menyadari bahwa penggunaan rokok elektrik ini berdampak negatif terhadap kesehatan, ibu dua anak ini berkisah sewaktu dirinya mengandung sempat berhenti menggunakannya bahkan pola makan sehat pun diatur sedemikian rupa namun setelah melahirkan kebiasaan itu dilakukan lagi.

    “Saat ini liquid (isi ulang pod vape) bisa dua botol ukuran 30 ml dalam sebulan,” katanya.

    Lain halnya dengan Elda (39) ini pertama kali menggunakan pod vape karena Fear Of Missing Out alias Fomo, perasaan takut ketinggalan dengan kata lain istilah anak gaul sekarang yakni perasaan cemas dan takut yang timbul ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak mengikuti suatu tren, acara, atau pengalaman yang sedang terjadi di sekitarnya.

    Kemudian Elda lambat laun merasa aktifitas tersebut membuatnya asik sehingga memutuskan menggunakannya hingga empat tahun terakhir ini. Namun dalam penggunaannya, ibu rumah tangga ini memakai pod vape saat nongrong atau ditempat hiburan saja bersama suami ataupun teman-teman akrabnya.

    “Di rumah tidak!, karena pernah ditegur anak,” ungkap Elda.

    Selain itu penyuka liquid atau perasa mentol (dingin) dan fruity ini pernah diwanti-wanti kalau ingin menggunakan pod vape tidak boleh dihadapan rekan kerja dan rekan bisnis suaminya.

    Untuk efek samping terhadap kesehatan, warga Loa Bakung, Samarinda ini menyadari dirinya pernah kambuh alergi asma karena menurutnya terlalu banyak memakai pod vape sehingga saat ini mulai dibatasi. Disamping itu, Elda pernah ditegur teman ketika lewat saat dirinya nongkrong bahwa hal itu dipandangnya tidak bagus.

    “Bukan teman sepermainan sih, tapi ini sudah dikurangi-kurangi karena pernah kambuh asma,” kata Elda.

    Cerita lain pun diungkapkan Chintia (25), muasal menggunakan pod vape sejak tahun 2022 awal karena mengikuti mantan pacar lebih dulu memakainya dan merasa nyaman. Selang sebulan berpacaran dirinya dihadiahi pod vape sejak itulah dirinya menjadi pemakai aktif rokok elektrik. Jurnalis di Samarinda ini memandang wanita saat ini menggunakan pod vape sebagai suatu hal biasa saja terutama menurutnya di kota-kota besar seperti Kota Tepian–sebutan Samarinda bukan hal yang tidak baik. Ketika menggunakan pod vape dirinya merasa tidak pernah dinilai tidak baik oleh teman-teman sekumpulannya atau teman nongkrong.

    “Tidak sembunyi-sembunyai, karena teman-teman semua open mind did,” ucap Chintia.

    Kendati demikian, wanita asal Muara Badak, Kutai Kartanegara ini ketika berada di rumah tidak pernah memakainya karena memang menurutnya kebiasaan seperti itu tidak asik kalau dilakukan sendirian.

    “Bagi saya nge-pod sendiri itu tidak asik,” ujar anak bungsu dari empat bersaudara ini.

    Dirinya pun pernah diwanti-wanti Mamanya agar mengurangi pemakaian pod vape karena khawatir dampak kesehatan dikemudian hari. Penyuka perasa atau liquid rasa icy fruity ini biasanya menghabiskan satu botol ukuran 30 ml setiap bulannya belum bisa memutuskan kapan bisa berhenti menggunakan rokok elektrik.

    “Masih menikmati dan stress rilis aja sih,” kata Chintia.

    Begini Pandangan Psikolog

    Persepsi pemakaian pod vape dikalangan perempuan saat ini dinilai Aulia Suhesty, M.Psi seorang psikolog sekaligus Founder of Prima Solutions Samarinda adalah sesuatu yang aman digunakan padahal menurutnya penggunaan rokok eletrik juga memiliki dampak, selain itu kecendrungan pergeseran gaya hidup, ingin diterima dalan pergaulan sosial pun bisa menjadi musababnya.

    “Konformitas, ingin sama gitu ya bisa terhubung dengan teman-temannya itu juga gaya hidup,” kata Aulia saat dijumpai di Kantor Prima Solutions Jalan DI Panjaitan, Sungai Pinang, Kota Samarinda, Kamis (20/08).

    Peran influencer melalui media sosialnya turut mempengaruhi pemakaian pod vape diantara kaum hawa menurut alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) ini, sebab ketika melihat wanita menggunakan dan terlihat wajar sehingga diterima sebagai hal yang normal saja.

    Disamping itu, tekanan psikologis pun turut andil lantaran stres kerja kemudian faktor kecemasan itu menyebabkan seseorang terdorong untuk menggunakannya, karena menurut Aulia pada pod vape ada mengandung nikotin yang bisa memberikan efek atau dampak high atau perasaan euforia.

    “Dianggap bisa jadi kayak pelarian gitulah untuk cemasnya, bisa rasa tenang sementara gitu,” ucapnya.

    Adapun untuk pemakai, Aulia mengamati banyak digunakan perempuan dengan kocek ekonomi middle up, dan sudah memiliki pekerjaan oleh karenanya kenapa pengguna pod vape itu banyak dikonsumsi lebih banyak oleh rentang umur 25 hingga 35 tahun.

    Terkait pandangan masyarakat terhadap perempuan yang menggunakan pod vape, Aulia mengembalikan hal tersebut kepada persepsi masyarakat karena ada value masing-masing di masyarakat. Kalau memang saat ini ada pergeseran seperti merokok, yang ngepod itu laki-laki dianggap normal kemudian perempuan dianggap tabu memang pandangan masyarakat seperti itu. Pun ketika masyarakat memandang hal itu negatif atau tidak pantas hal itu pun musti bisa diterima.

    Dosen Psikologi Universitas Mulawarman ini berpendapat ketika kita memutuskan untuk melakukan sesuatu hendaklah berpikir smart, apapun tindakan prilaku yang akan dipilih hendaknya runut mulai dari menimbang kemudian apa saja resikonya dan ketika memutuskan harus paham konsekuensinya.

    “Sehingga tidak terperangkap dalam sebuah adiksi baru,” tegas Aulia sambil tersenyum. (Abe)

    Facebook Comments Box
    spot_img